LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN
Analisa
dan Penentuan Partikulat, Nitrogen Dioksida (NO2), Sulfur Dioksida
(SO2 ) , dan Amoniak (NH3) Udara Ambient
Di Susun Oleh :
ALI PANCA
1110096000028
Kimia III-A
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
hasil percobaan ini.
Adapun
judul dari percobaan ini adalah “ Analisa dan Penentuan Partikulat, Nitrogen
Dioksida (NO2), Sulfur Dioksida (SO2 ) , dan Amoniak (NH3)
Udara Ambient”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Ir. Etyn Yunita, M.Si selaku dosen praktikum kimia lingkungan dan
Ibu Nita Rosita S.Si selaku asisten dosen praktikum kimia lingkungan yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
percobaan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelasaian makalah ini dan memberikan motivasi kepada penulis.
Penulis
menyadari bahwa hasil percobaan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca. Akhir kata, semoga hasil percobaan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Desember 2011
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Udara
adalah salah satu komponen yang terpenting bagi kehidupan manusia. Tanpa udara kita tidak dapat hidup. Hewan, tumbuh-tumbuhan
pun tidak dapat hidup. Akan tetapi karena udara terdapat dalam jumlah yang
berlebihan, kita tidak menginsyafi betapa vitalnya udara. Namun udara yang
banyak itu sebenarnya bukanlah tidak terbatas. Hal ini barulah kita insyafi
apabila terjadi pencemaran udara yang berat. pencemaran udara akan terus
meningkat dan meluas dengan makin cepatnya proses industrialisasi dan makin banyaknya
kendaraan bermotor.
Biaya yang ditimbulkan oleh pencemaran tidaklah mudah untuk
dihitung. biaya itu sebagian akan berupa penyakit, pengobatan, dan mengurangi
kemampuan kerja, dan sebagian lagi menjadi kotornya lingkungan. Udara
yang dibutuhkan adalah udara yang bersih, minim partikulat materi-materi yang
berbahaya namun kaya akan oksigen. Udara sebagai komponen lingkungan yang
penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga
dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.
Pencemaran udara dewasa ini semakin
menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat
berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran,
dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari
pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat
disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung
meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah
menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan
manusia.
Udara merupakan media lingkungan
yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius,
Pertumbuhan pembangunan seperti industri, transportasi, dll disamping
memberikan dampak positif namun disisi lain akan memberikan dampak negatif
dimana salah satunya berupa pencemaran udara dan kebisingan baik yang terjadi
didalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) yang dapat
membahayakan kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit.
Disamping kualitas udara ambien,
kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) juga merupakan masalah yang
perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Timbulnya kualitas udara dalam ruangan umumnya disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu kurangnya ventilasi udara (52%) adanya sumber kontaminasi di dalam
ruangan (16%) kontaminasi dari luar ruangan (10%), mikroba (5%), bahan material
bangunan (4%) , lain-lain (13%).
Sumber
pencemaran udara dapat pula berasal dari aktifitas rumah tangga dari dapur yang
berupa asap, Menurut beberapa penelitian pencemaran udara yang bersumber dari
dapur telah memberikan kontribusi yang besar terhadap penyakit ISPA.
Udara
merujuk kepada campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Udara bumi yang
kering mengandungi 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% uap air, karbon dioksida,
dan gas-gas lain. Kandungan elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan
berubah-ubah dengan ketinggian dari permukaan tanah. Demikian juga massanya,
akan berkurang seiring dengan ketinggian. Semakin dekat dengan lapisan
troposfer, maka udara semakin tipis, sehingga melewati batas gravitasi bumi,
maka udara akan hampa sama sekali.
Apabila
makhluk hidup bernapas, kandungan oksigen berkurang, sementara kandungan karbon
dioksida bertambah. Ketika tumbuhan menjalani sistem fotosintesa, oksigen
kembali dibebaskan. Di antara gas-gas yang membentuk udara adalah seperti
berikut : Helium, Nitrogen, Oksigen, Karbon dioksida. Pengukuran kualitas udara
ambien bertujuan untuk mengetahui konsentrasi zat pencemar yang ada di udara.
Data hasil pengukuran tersebut sangat diperlukan untuk berbagai kepentingan,
diantaranya untuk mengetahui tingkat pencemaran udara di suatu daerah atau
untuk menilai keberhasilan program pengendalian pencemaran udara yang sedang
dijalankan.
Untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang valid (yang representative), maka dari mulai
pengambilan contoh udara (sampling) sampai dengan analisis di laboratorium
harus menggunakan peralatan, prosedur dan operator (teknisi, laboran, analis
dan chemist) yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam pelaksanaan pengukuran
kualitas udara ambient dapat dilakukan secara kontinyu menggunakan peralatan
automatic yang dapat mengukur zat pencemar secara langsung dan dengan cepat,
sehingga fluktuasi konsentrasi zat pencemar di udara ambient dapat dipantau.
Mengingat
bahayanya pencemaran udara terhadap kesehatan sebagaimana kasus-kasus tersebut
diatas, maka dipandang perlu bagi petugas kesehatan di daerah untuk mengetahui
berbagai parameter pencemar seperti : sifat bahan pencemar, sumber dan
distribusi, dan dampak yang mungkin terjadi juga cara pengendalian, maka
diperlukan suatu pedoman atau acuan dalam rangka meminimalkan terjadi dampak
terhadap kesehatan .
Jenis
parameter pencemar udara dalam percobaan ini didasarkan pada baku mutu udara
ambien menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, yang meliputi : Sulfur
dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), amoniak (NH3) dalam udara ambient.
I.2.
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari penelitian ini
yaitu :
·
Dapat melakukan pengambilan sampel
(sampling) udara ambient (SO2, NO2, NH3, total partikulat/debu).
·
Dapat melakukan pengambilan data-data
pendukung sampling udara seperti suhu, tekanan udara, laju alir udara,
waktu/lama sampling, kebisingan, arah, dan kecepatan angin).
·
Dapat menentukan volume sampel udara
yang diserap.
·
Dapat menganalisa dan menentukan kadar
total partikulat (kadar debu) udara ambient dengan metode gravimetri
·
Dapat menganalisa dan menentukan kadar
NO2 udara ambient dengan metode Griess
Saltzman.
·
Dapat menganalisa dan menentukan kadar
SO2 udara ambient dengan kisaran konsentrasi 0,01 ppm sampai 0,4 ppm
udara atau 25 µg/m3 sampai 1000 µg/m3.
·
Dapat menentukan gas amoniak (NH3)
di udara ambient dengan menggunakan metode indofenol secara spektrofotometri
pada panjang gelombang 640 nm.
I.3 Manfaat Percobaan
Hasil
percobaan yang dilakukan ini akan memberikan informasi kepada dosen dan
teman-teman mahasiswa tentang kandungan partikulat, sulfur dioksida (SO2),
nitrogen dioksida (NO2) dan amoniak
(NH3) dalam udara ambient didepan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Udara
Udara merujuk kepada
campuran gas yang
terdapat pada permukaan bumi. Udara bumi yang kering mengandungi 78% nitrogen,
21% oksigen,
dan 1% uapair, karbon
dioksida, dan gas-gas lain.
Kandungan
elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan berubah-ubah dengan ketinggian
dari permukaan tanah. Demikian juga massanya, akan berkurang seiring dengan
ketinggian. Semakin dekat dengan lapisan troposfer, maka udara semakin tipis, sehingga melewati batas gravitasi bumi, maka udara akan hampa sama sekali.
Apabila makhluk hidup bernapas, kandungan oksigen berkurang, sementara kandungan karbon dioksida bertambah. Ketika tumbuhan menjalani sistemfotosintesa, oksigen kembali dibebaskan.
Di
antara gas-gas yang membentuk udara adalah seperti berikut :
§ Helium
§ Nitrogen
§ Oksigen
II.2
Udara Ambient
Menurut
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang
berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsure lingkungan hidup
lainnya. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi,
dan/ atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.
Kualitas
udara ambien merupakan tahap awal untuk memahami dampak negatif cemaran udara
terhadap lingkungan. Kualitas udara ambien ditentukan oleh :
·
kuantitas emisi cemaran dari sumber
cemaran
·
proses transportasi, konversi dan
penghilangan cemaran di atmosfer.Kualitas udara ambien akan menentukan dampak
negatif cemaran udara terhadap kesehatan masyarakat dan kesejahteraan
masyarakat (tumbuhan, hewan, material dan Iain-Iainnya).
Skema Rantai
Emisi – Dampak Cemaran Udara
Informasi
mengenai efek pencemaran udara terhadap kesehatan berasal dari data pemaparan
pada binatang, kajian epidemiologi, dan pada kasus yang terbatas kajian
pemaparan pada manusia. Penelitian secara terus menerus dilakukan dengan
tujuan:
o
Menetapkan secara lebih baik konsentrasi
dimana efek negatif dapat dideteksi,
o
Menentukan korelasi antara respon
manusia dan hewan terhadap cemaran
o
Mendapatkan informasi epidemiologi lebih
banyak, dan
o
Menjembatani gap informasi dan
mengurangi ketidakpast’an baku mutu yang sekarang diberlakukan.
Baku
mutu kualitas udara lingkungan/ambien ditetapkan untuk cemaran yaitu: O3
(ozon), CO (karbon monoksida), NOX (nitrogen oksida), SO2 (sulfur oksida),
hidrokarbon non-metana, dan partikulat. Baku Mutu Kualitas Udara Nasional
Amerika yang telah dikaji oleh National Academics of Science and Environmental
Protection Agency (NEPA) menetapkan baku mutu primer dan baku mutu sekunder.
Baku
Mutu Kualitas Udara Nasional Amerika
Baku
mutu primer ditetapkan untuk melindungi pada batas keamanan yang mencukupi (adequate
margin safety) kesehatan masyarakat dimana secara umum ditetapkan untuk
melindungi sebagian masyarakat (15-20%) yang rentan terhadap pencemaran udara.
Baku mutu sekunder ditetapkan untuk melindungi kesejahteraan masyarakat
(material,tumbuhan, hewan) dari setiap efek negatif pencemaran udara yang telah
diketahui atau yang dapat diantisipasi. Baku Mutu Kualitas Udara Ambien
Indonesia yang ditetapkan dengan mempertimbangkan dan mengacu baku mutu negara
lain di antara Baku Mutu Kualitas Udara Ambien USA disajikan pada Tabel
berikut.
Baku Mutu Udara Ambien Indonesia
Berdasarkan
proses pembentukannnya, zat pencemar di udara ambien dapat dibedakan di zat
pencemar primer dan zat pencemar sekunder . Zat pencemar primer dapat
didefinisikan sebagai zat pencemar yang terbentuk di sumber emisinya ( SO 2,
NOx) , sedangkan zat pencemar sekunder merupakan zat pencemar yang terbentuk di
atmosfer, yang merupakan produk dari reaksi kimia beberapa zat pencemar (
seperti senyawa oksidan dan ozon ). Sedangkan berdasarkan fasanya , zat
pencemar di udara dibedakan atas zat pencemar berupa aerosol , atau partikulat
(debu) dan zat pencemar berupa gas ( SO2, NOx,, Ozon dll).
II.3
Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah kehadiran
satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam
jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,
mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan
oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan
fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara
mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global
Pencemar
udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer dan pencemar sekunder.
Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber
pencemaran udara. [Karbon monoksida]adalah sebuah contoh dari pencemar udara
primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran.
Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi
pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam [smog
fotokimia] adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.
Belakangan ini tumbuh keprihatinan akan efek dari emisi
polusi udara dalam konteks global dan hubungannya dengan pemanasan global
(global warming) yg memengaruhi;
Kegiatan
manusia
§ Transportasi
§ Industri
§ Pembangkit listrik
§ Pembakaran (perapian, kompor, furnace,[insinerator]dengan
berbagai jenis bahan bakar
§ Gas buang pabrik yang menghasilkan
gas berbahaya seperti (CFC)
Sumber
alami
§ Gunung berapi
§ Rawa-rawa
§ Kebakaran hutan
Sumber-sumber
lain
§ Uap pelarut organik
II.4
OKSIDA NITROGEN (NOx)
A. DEFINISI
DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:
Oksida
nitrogen bersama dengan hidrokarbon merupakan komponen kimia pokok dalam reaksi
fotokimia yang mengakibatkan pembentukan oksidan fotokimia (smog). Berbagai jenis oksida nitrogen dapat
terbentuk dalam atmosfer, termasuk
oksida nitrat (NO), nitrogen dioksida (NO2), dan nitrous oksida (N2O). Istilah oksida nitrogen digunakan untuk
menyatakan konsentrasi komposit atmosferik dari semua bentuk oksida
nitrogen. Sumber utama oksida nitrogen
dalam atmosfer adalah pembakaran suhu tinggi berbagai macam bahan bakar, dimana
kendaraan bermotor menyumbangkan bagian terbesar dari semua emisi oksida
nitrogen. Dampak buruk kesehatan terjadi
kalau konsentrasi atmosferik 118 - 156
g/m3, selama 24 jam rata-rata enam bulan, pada saat mana terjadi gangguan
bronkhitis akut pada bayi dan anak-anak sekolah. Baku mutu udara ambient untuk
oksida nitrogen adalah sbb:
Rataan
tahunan = 100 mg/m3 atau 0.05 ppm
Oksida
nitrogen dapat diukur dengan menggunakan
teknik sampling gas-absorption dan prosedur kolorimetrik untuk analisisnya.
B. PENDUGAAN
DAMPAK
Sumber
utama oksida nitrogen dalam hubungannya dengna proyek pembangunan (sumberdaya
air) adalah emisi dari kendaraan bermotor , termasuk otomobil dan peralatan
konstruksi. Untuk mengukur peubah ini,
di lingkungan yang ada, tim interdisiplin harus menghimpun informasi tentang
konsentrasi oksida nitrogen di lokasi proyek, serta mengikhtisarkan data emisi
di sekitar lokasi. Konsentrasi oksida
nitrogen yang ada dibandingkan dengan baku mutu udara yang berlaku. Pendugaan dampak akan mempertimbangkan
kontribusi proyek tehadap emisi oksida nitrogen regional. Hal seperti ini disebut pendugaan dampak
sekala meso. Faktor emisi oksida
nitrogen untuk kendaraan bermotor dan aktivitas pembukaan lahan dapat digunakan
sebagai referensi. Kontribusi proyek
terhadap emisi regional dapat dinyatakan sebgaai persentase, dan kurva
fungsional di bawah ini dapat digunakan.
Harus juga dipertimbangkan oksida nitrogen yang mungkin dihasilkan dari
pertumbuhan sekunder di daerah proyek, termasuk pertambahan penduduk dan
perkembangan industri.
Kalau
persentase peningkatan emisi oksida nitrogen regional lebih dari 5% , atau
kalau konsentrasi atmosferik telah mendekati batas ambang baku mutu udara, maka
harus dilakukan perhitungan khusus konsentrasi oksida nitrogen di permukaan
tanah. Hal seperti ini lazim disebut
pendugaan dampak sekala mikro.
C. SIFAT
FISIKA DAN KIMIA
Oksida
Nitrogen (NOx) adalah kelompok gas nitrogen yang terdapat di atmosfir yang
terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Walaupun ada
bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak
diketahui sebagai bahan pencemar udara. Nitrogen monoksida merupakan gas yang
tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida berwarna coklat
kemerahan dan berbau tajam.
Nitrogen
monoksida terdapat diudara dalam jumlah lebih besar daripada NO2. Pembentukan
NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen diudara sehingga
membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen membentuk
NO2. Udara terdiri dari 80% Volume nitrogen dan 20% Volume oksigen. Pada suhu
kamar, hanya sedikit kecendrungan nitrogen dan oksigen untuk bereaksi satu sama
lainnya. Pada suhu yang lebih tinggi (diatas 1210°C) keduanya dapat bereaksi
membentuk NO dalam jumlah banyak sehingga mengakibatkan pencemaran udara. Dalam
proses pembakaran, suhu yang digunakan biasanya mencapai 1210 – 1.765 °C, oleh
karena itu reaksi ini merupakan sumber NO yang penting. Jadi reaksi pembentukan
NO merupakan hasil samping dari proses pembakaran.
D. SUMBER
DAN DISTRIBUSI
Dari
seluruh jumlah oksigen nitrogen ( NOx ) yang dibebaskan ke udara, jumlah yang
terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktivitas bakteri. Akan
tetapi pencemaran NO dari sumber alami ini tidak merupakan masalah karena
tersebar secara merata sehingga jumlah nya menjadi kecil. Yang menjadi masalah
adalah pencemaran NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya
akan meningkat pada tempat-tempat tertentu.
Kadar
NOx diudara perkotaan biasanya 10–100 kali lebih tinggi dari pada di udara pedesaan.
Kadar NOx diudara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti
halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama
NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran dan kebanyakan pembakaran
disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah.
Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak,
gas, dan bensin.
Kadar
NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari
intensitas sinar mataharia dan aktivitas kendaraan bermotor. Perubahan kadar
NOx berlangsung sebagai berikut :
a. Sebelum
matahari terbit, kadar NO dan NO2 tetap stabil dengan kadar sedikit lebih
tinggi dari kadar minimum seharihari.
b. Setelah
aktifitas manusia meningkat ( jam 6-8 pagi ) kadar NO meningkat terutama karena
meningkatnya aktivitas lalulintas yaitu kendaraan bermotor. Kadar NO tetinggi
pada saat ini dapat mencapai 1-2 ppm.
c. Dengan
terbitnya sinar matahari yang memancarkan sinar ultra violet kadar NO2 (
sekunder ) kadar NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm.
d. Kadar
ozon meningkat dengan menurunnya kadar NO sampai 0,1 ppm.
e. Jika
intensitas sinar matahari menurun pada sore hari ( jam 5-8 malam ) kadar NO
meningkat kembali.
f. Energi
matahari tidak mengubah NO menjadi NO2 (melalui reaksi hidrokarbon) tetapi O3
yang terkumpul sepanjanghari akan bereaksi dengan NO. Akibatnya terjadi
kenaikan kadar NO2 dan penurunan kadar O3.
g. Produk
akhir dari pencemaran NOx di udara dapat berupa asam nitrat, yang kemudian
diendapkan sebagai garamgaramnitrat didalam air hujan atau debu. Merkanisme
utama pembentukan asam nitrat dari NO2 di udara masihterus dipelajari Salah
satu reaksi dibawah ini diduga juga terjadi diudara tetapi diudara tetapi
peranannya mungkinsangat kecil dalam menentukan jumlah asam nitrat di udara.
h. Kemungkinan
lain pembentukan HNO3 didalam udara tercemar adalah adanya reaksi dengan ozon
pada kadar NO2maksimum O3 memegang peranan penting dan kemungkinan terjadi
tahapan reaksi sebagai berikut :
O3 + NO2 → NO3 +
O2
NO3 + NO2 →N2O5
N2O5 + 2HNO3 →
2HNO3
Reaksi tersebut diatas
masih terus dibuktikan kebenarannya, tetapi yang penting adalah bahwa
proses-prosesdiudara mengakibatkan perubahan NOx menjadi HNO3 yang kemudian
bereaksi membentuk partikel-partikel.
E. DAMPAK
TERHADAP KESEHATAN
Oksida
nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia. Penelitian menunjukkan bahwa
NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini belum pernah dilaporkan
terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Diudara ambien yang
normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat racun. Penelitian
terhadap hewan percobaan yang dipajankan NO dengan dosis yang sangat tinggi,
memperlihatkan gejala kelumpuhan sistim syarat dan kekejangan. Penelitian lain
menunjukkan bahwa tikus yang dipajan NO sampai 2500 ppm akan hilang
kesadarannya setelah 6-7 menit, tetapi jika kemudian diberi udara segar akan
sembuh kembali setelah 4–6 menit. Tetapi jika pemajanan NO pada kadar tersebut berlangsung
selama 12 menit, pengaruhnya tidak dapat dihilangkan kembali, dan semua tikus
yang diuji akan mati.
NO2
bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm
dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian
tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru ( edema pulmonari ). Kadar NO2
sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji
dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10
menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas.
F. PENGENDALIAN
F.1.
PENCEGAHAN
F.1.1.
Sumber Bergerak
a) Merawat
mesin kendaraan bermotor agar tetap baik.
b) Melakukan
pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala.
c) Memasang
filter pada knalpot.
F.1.2.
Sumber Tidak Bergerak
a) Mengganti
peralatan yang rusak.
b) Memasang
scruber pada cerobong asap.
c) Memodifikasi
pada proses pembakaran.
F.1.3.
Manusia
Apabila kadar NO2 dalam udara ambien telah melebihi
baku mutu ( 150 mg/Nm3 dengan waktu pengukur 24 jam) maka untuk mencegah dampak
kesehatan dilakukan upaya-upaya :
a) Menggunakan
alat pelindung diri, seperti masker gas.
b) Mengurangi
aktifitas di luar rumah.
c)
F.2.
PENANGGULANGAN
a) Mengatur
pertukaran udara di dalam ruang, seperti mengunakan exhaust-fan.
b) Bila
terjadi korban keracunan, maka lakukan :
Ø Berikan
pengobatan atau pernafasaan buatan.
Ø Kirim
segera ke Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat.
II.5
PARTIKULAT
A. DEFINISI
DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL
Partikulat
adalah partikel padatan dan cairan halus yang tersuspensi dalam udara ambient. Ukuran diameternya berkisar 0.01 mikron hingga
100 mikron. Partikulat dalam atmosfer dapat bersumber dari alamiah dan sumber
buatan. Hembusan angin berdebu alamiah
menyediakan konsnetrasi partikulat “background”, sedangkan sumber-sumber buatan
termasuk aktivitas konstruksi dan proses-proses industri. Dampak buruk kesehatan akibat partikulat
dalam atmosfer telah diketahui untuk konsentrasi rataan tahunan 80 g/m3.
Partikulat dapat mengakibatkan gangguan bronkhitis, gangguan emphysema dan
penyakit kardiovaskuler. Partikulat juga
dapat menimbulkan masalah visibilitas yang serius. Bangunan logam dan baja
dapat mengalami korosi akibat dari ekspose terhadap partikulat dan kelembaban
udara. Baku mutu udara ambient
pemerintah Federal USA untuk partikulat adalah sbb:
Baku mutu protektif primer untuk
kesehatan publik:
1. Rataan
geometrik tahunan = 75 µg/m3
2. Konsentrasi
maksimum 24 jam tidak lebih sekali dalam setahun = 260 µg/m3.
Baku mutu protektif sekunder untuk
kesejahteraan publik:
Rataan geometrik tahunan = 40 µg/m3
Konsentrasi maks 24 jam tidak lebih
sekali dlm setahun = 15 µg/m3.
Total partikulat tersuspensi dapat
diukur dengan menggunakan alat sampler high-volume dan analisis gravimetrik
material yang tersaring.
B. PENDUGAAN
DAMPAK:
Sumber utama partikulat
dalam kaitannya dengan proyek (pembangunan sumberdaya air) adalah emisi
dari pembukaan lahan dan aktivitas
konstruksi lainnya. Untuk mengukur
peubah ini dalam kondisi lingkungan yang ada, tim interdisiplin harus
menghimpun informasi tentang konsentrasi partikulat di lokasi proyek, serta
mengikhtisarkan data inventory emisi di
sekitarnya. Konsentrasi partikulat yang
ada dapat dibandingkan dengan baku mutu udara ambient yang berlaku. Pendugaan dampak akan mempertimbangkan
kontribusi potensial dari proyek
terhadap inventori emisi partikulat secara regional. Hal seperti ini lazimnya disebut pendugaan dampak sekala meso. Faktor emisi partikulat untuk aktivitas
pembukaan lahan dan aktivitas konstruksi lainnya dapat digunakan, karena
keduanya ada dalam “Air Pollution
Emission Factors” (1973). Kontribusi
proyek terhadap inventory emisi partikulat dapat dinyatakan dalam persentase,
dan kurva fungsional berikut ini dapat digunakan. Harus juga dipertimbangkan partikulat yang
mungkin berasal dari pertumbuhan skeunder di lokasi proyek, termasuk
pertambahan penduduk dan perkembangan industri.
C. SIFAT
FISIKA DAN KIMIA
Partikulat
debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan campuran yang sangat
rumit dari berbagai senyawaorganik dan anorganik yang terbesar di udara dengan
diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai denganmaksimal 500
mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif
lama dalam keadaan melayanglayangdi udara dan masuk kedalam tubuh manusia
melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadapkesehatan,
partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga
mengadakan berbagai reaksi kimia diudara. Partikel debu SPM pada umumnya
mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai ukuran
danbentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya.
Karena
Komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan pentingnya ukuran partikulat
dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan
partikulat debu di udara. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu pada metode
pengambilan sampel udara seperti : Suspended Particulate Matter (SPM), Total
Suspended Particulate (TSP), balack smake. Istilah lainnya lagi lebih mengacu
pada tempat di saluran pernafasan dimana partikulat debu dapat mengedap,
seperti inhalable/thoracic particulate yang terutama mengedap disaluran
pernafasan bagian bawah, yaitu dibawah pangkal tenggorokan (larynx ). Istilah
lainnya yang juga digunakan adalah PM-10 (partikulat debu dengan ukuran
diameter aerodinamik <10 mikron), yang mengacu pada unsur fisiologi maupun
metode pengambilan sampel.
D. SUMBER
DAN DISTRIBUSI
Secara
alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa
oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang
tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau
bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang
tidak terpelihara dengan baik.
Partikulat
debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna
sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan
pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM
lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada
total emisi partikulat debu.
Demikian
juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM
yang cukup penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan,
dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh
emisi kendaraan bermotor.
E. DAMPAK
TERHADAP KESEHATAN
Inhalasi
merupakan satu-satunya rute pajanan yang menjadi perhatian dalam hubungannya
dengan dampak terhadap kesehatan. Walau demikian ada juga beberapa senjawa lain
yang melekat bergabung pada partikulat, seperti timah hitam (Pb dan senyawa
beracun lainnya, yang dapat memajan tubuh melalui rute lain.
Pengaruh
partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung
kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada
diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang
membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron.
Pada umunya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara
yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan
ini bukan berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak
berbahaya, karena partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran
pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih
bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat
di udara juga.
Selain itu
partikulat debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan
iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata (Visibility)
Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu di udara
merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar
hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari seluruh
partikulat debu di udara Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif
dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh, Selain itu
diketahui pula bahwa logam yang terkandung di udara yang dihirup mempunyai
pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang besaral dari
makanan atau air minum. Oleh karena itu kadar logam di udara yang terikat pada
partikulat patut mendapat perhatian.
F. PENGENDALIAN
F.1.
PENCEGAHAN
a. Dengan
melengkapi alat penangkap debu ( Electro Precipitator ).
b. Dengan
melengkapi water sprayer pada cerobong.
c. Pembersihan
ruangan dengan sistim basah.
d. Pemeliharaan
dan perbaikan alat penangkap debu.
e. Menggunakan
masker.
F.2.
PENANGGULANGAN
a. Memperbaiki
alat yang rusak
II.6
SULFUR DIOKSIDA (SO2)
A. SIFAT
FISIKA DAN KIMIA
Pencemaran
oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang
tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3), dan
keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Sulfur dioksida mempunyai karakteristik
bau yang tajam dan tidak mudah terbakar diudara, sedangkan sulfur trioksida
merupakan komponen yang tidak reaktif.
Pembakaran
bahan-bahan yang mengandung Sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur
oksida, tetapi jumlah relative masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah
oksigen yang tersedia. Di udara SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar. Jumlah
SO3 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx.
Mekanisme
pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut :
S
+ O2 ↔ SO2
2
SO2 + O2 ↔ 2 SO3
SO3
di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air sangat
rendah. Jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam
jumlah cukup, SO3 dan uap air akan segera bergabung membentuk droplet asam
sulfat ( H2SO4 ) dengan reaksi sebagai berikut :
SO
SO2 + H2O2 → H2SO4
Komponen
yang normal terdapat di udara bukan SO3 melainkan H2SO4 Tetapi jumlah H2SO4 di atmosfir
lebih banyak dari pada yang dihasilkan dari emisi SO3 hal ini menunjukkan bahwa
produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme lainnya.
Setelah
berada diatmosfir sebagai SO2 akan diubah menjadi SO3 (Kemudian menjadi H2SO4)
oleh proses-proses fotolitik dan katalitik Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi
SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air yang tersedia,
intensitas, waktu dan distribusi spektrum sinar matahari, Jumlah bahan katalik,
bahan sorptif dan alkalin yang tersedia. Pada malam hari atau kondisi lembab
atau selama hujan SO2 di udara diaborpsi oleh droplet air alkalin dan bereaksi
pada kecepatan tertentu untuk membentuk sulfat di dalam droplet.
B. SUMBER
DAN DISTRIBUSI
Sepertiga
dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan manusia
dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan
kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber
alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang
ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah ditimbulkan
oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah dalam hal distribusinya
yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sedangkan
pencemaran yang berasal dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Tetapi
pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber pencemaran Sox, misalnya
pembakaran arang, minyak bakar gas, kayu dan sebagainya Sumber SOx yang kedua
adalah dari proses-proses industri seperti pemurnian petroleum, industri asam
sulfat, industri peleburan baja dan sebagainya.
Pabrik
peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan Sox. Hal ini
disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya
tembaga ( CUFeS2 dan CU2S ), zink (ZnS), Merkuri (HgS) dan Timbal (PbS).
Kerbanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk
mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur
merupakan kontaminan yang tidak dikehandaki didalam logam dan biasanya lebih
mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari
produk logam akhirnya. Oleh karena itu SO2 secara rutin diproduksi sebagai
produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara.
C. DAMPAK
TERHADAP KESEHATAN
Pencemaran
SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan pada tanaman
terjadi pada kadasr sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan Sox terhadap
manusia adalah iritasi sistim pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada
beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO2
dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan
penderita yang mengalami penyakit khronis pada sistem pernafasan kadiovaskular.
Individu
dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO2,
meskipun dengan kadar yang relative rendah. Kadar SO2 yang berpengaruh terhadap
gangguan kesehatan adalah sebagai berikut :
D. PENGENDALIAN
D.1
PENCEGAHAN
D.1.1
Sumber Bergerak
a. Merawat
mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi baik
b. Melakukan
pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala
c. Memasang
filter pada knalpot
D.1.2
Sumber Tidak Bergerak
a. Memasang
scruber pada cerobong asap.
b. Merawat
mesin industri agar tetap baik dan lakukan pengujian secara berkala.
c. Menggunakan
bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar Sulfur rendah.
D.1.3
Bahan Baku
a. Pengelolaan
bahan baku SO2 sesuai dengan prosedur pengamanan.
D.1.4
Manusia
Apabila
kadar SO2 dalam udara ambien telah melebihi Baku Mutu (365mg/Nm3 udara dengan
rata-rata waktu pengukuran24 jam) maka untuk mencegah dampak kesehatan,
dilakukan upaya-upaya :
a. Menggunakan
alat pelindung diri (APD), seperti masker gas.
b. Mengurangi
aktifitas diluar rumah.
D.2.
PENANGGULANGAN
1. Memperbaiki
alat yang rusak
2. Penggantian
saringan/filter
3. Bila
terjadi/jatuh korban, maka lakukan :
·
Pindahkan korban ke tempat aman/udara
bersih.
·
Berikan pengobatan atau pernafasan
buatan.
·
Kirim segera ke rumah sakit atau
Puskesmas terdekat.
II.7
AMONIAK (NH3)
A. SIFAT
FISIKA DAN KIMIA
Amoniak
terdapat dalam atmosfer bahkan dalam kondisi tidak tercemar. Berbagai sumber,
antara lain : mikroorganisme, perombakkan limbah binatang, pengolahan limbah,
industry amoniak, dan dari system pendingin dengan bahan amoniak. Konsentrasi
yang tinggi dari amoniak dalam atmosfer secara umum menunjukkan adanya
pelepasan secara eksidental dari gas tersebut.
Amoniak dihilangkan dari atmosfer dengan affinitasnya
terhadap air dan aksinya sebagai basa. Ini merupakan sebuah kunci dalam
pembentukan dan netralisasi dari nitrat dan aerosol sulfat dalam atmosfer yang
tercemar. Amoniak bereaksi dengan aerosol asam ini untuk membentuk garam
ammonium.
NH3 + HNO3 →
NH4NO3
NH3 + H2SO4 →
NH4HSO4
II. 8 UV-VIS
SPEKTROFOTOMETER
Spektrofotometer digunakan untuk
mengukur jumlah cahaya yang diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul
di dalam larutan. Ketika panjang gelombang cahaya ditrasnmisikan melalui
larutan, sebagian energy cahaya tersebut akan diserap (diabsorbsi). Besarnya
kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang
gelombang tertentu dikenal dengan istilah absorbansi (A), yang setara dengan
nilai konsentrasi larutan konsentrasi larutan tersebut dan panjang berkas
cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometer) ke suatu point
dimana presentase jumlah cahaya yang ditrasnmisikan atau diabsorbsi diukur
dengan phototube.
Sebuah
spektrofotometer memiliki lima bagian penting, diantaranya sumber cahaya,
monokromator, sel penyerap/wadah pada sample,photodetektor, dan analyzer. Untuk
UV umumnya digunakan lampu deuterium (D2O), Untuk visible digunakan lampu
tungsten xenon (Auc).
Suatu
spectrometer UV-Vis biasanya bekerja pada daerah panjang gelombang sekitar
200nm (pada ultar-violet dekat) sampai sekitar 800nm (sinar tampak). Ketika
sinar melewati suatu senyawa, energy dari sinar tersebut digunakan untuk
mendorong perpindahan electron dari orbital ikatan atau orbital non-ikatan ke
salah satu orbital anti- ikatan yang kosong.
II.9
METODE-METODE
II.9.1
Metode Griess Saltzman dalam Penentuan Partikulat & NO2 Udara ambient
Penetapan kadar NO2 melingkupi :
cara pengambilan sampel uji gas NO2 dengan menggunakan larutan penyerap, cara
perhitungan volume sampel uji yang diserap, dan cara penentuan gas NO2 di udara
ambient menggunakan metode Griess Saltzman. Gas nitrogen dioksida diserap dalam
larutan Griess Saltzman sehingga membentuk suatu senyawa azo dye berwarna merah
muda yang stabil setelah 15 menit. Konsentrasi ditentukan secara
spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm.
II.9.2
Metode Pararosanilin dalam Penetapan SO2 Udara Ambient
Gas sulfur dioksida ( SO2) diserap
dalam larutan penyerap tetrakloromerkurat membentuk senyawa kompleks diklorosulfonato
merkurat dengan menambahkan larutan pa
rarosanilin
dan formaldehida kedalam senyawa diklorosulfonato merkurat maka terbentuk
senyawa pararosanilin metal sulfonat yang berwarna ungu. Konsentrasi larutan
diukur pada panjang gelombang 550 nm.
II.9.3
Metode Indofenol dalam Penetapan Kadar NH3 Udara Ambient
Amoniak
dari udara ambien yang telah diserap oleh larutan penyerap asam sulfat akan
membentuk ammonium sulfat kemudian direaksikan dengan phenol dan natrium
hipoklorit dalam suasana basa membentuk senyawa komplek indofenol yang berwarna
biru. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 640 nm.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
III.1
sampling Udara Ambient
A. Lokasi dan Waktu Percobaan
Lokasi : Depan Halte UIN
Syarif Hidaytllah Jakarta dan
Depan Pusat Lab. Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Tanggal :
Kamis, 9 November 2011
Waktu : 13.30 WIB dan
14.30 WIB
B.
Alat
dan Bahan :
Alat:
1.
Midget impinger (tabung penyerap)
2.
Low volume air sampler (LVAS)
3.
Pompa penghisap udara (Vaccum Pump)
4.
Flowmeter
5.
Thermometer
6.
Hygrometer
7. Sound
level meter
8. Anemometer
9.
Stopwatch
10.
Hand tally counter
11. Desikator
12. Pinset.
Bahan
:
1.
Absorber SO2,
2.
Absorber NH3,
3.
Absorber NO2,
4.
Aquades,
5.
Filter hidrofobik pori 0.5 µm diameter
110cm,
6.
Botol /wadah sample + penutupnya,
7.
Plastik polietilen.
C.Prosedur
Kerja
a.
Persiapan
1.
Pembuatan Larutan Penyerap (Absorber) SO2
Larutan penyerap
tetrakloromerkurat (TCM) 0,04 M
·
Larutkan 10,86 gram merkuri (II) klorida
(HgCl2) dengan 800 ml air suling ke dalam gelas piala 1000 ml.
·
Tambahkan berturut-turut 5,96 gram
kalium klorida (KCl) dan 0,066 gram EDTA (HOCOCH2)2N(CH2)2N(CH2COONa)2.2H2O
lalu aduk sampai homogeny.
·
Pindahkan ke dalam labu ukur, encerkan
dengan air suling sampai batas tera.
Catatan : Pembuatan
larutan penyerap ini stabil sampai 6 bulan jika tidak terbentuk endapan.
2.
Pembuatan Larutan Penyerap (Absorber) NO2
Pembuatan larutan induk
N-1-naftil-etilen-diamin-dihidroklorida (NEDA) 0,1%
·
Larutkan 0,1 g NEDA dalam labu ukur 100
ml, dengan air suling sampai batas tera.
Catatan : larutan disimpan dalam
lemari pendingin dan stabil selama 1 bulan.
Larutan penyerap Griess Saltzman
·
Larutkan 2,5 gram asam sulfanilat
anhidrat (H2NC6H4SO3H) atau 2,76
gram asam sulfanilat monohidrat dalam labu ukur 500 ml dengan 300 ml air suling
dan 70 ml asam asetat glacial kemudian dikocok. Untuk mempercepat pelarutan
dapat dilakukan pemanasan, setelah dingin ke dalam larutan ditambahkan 10 ml
larutan N-1-naftil-etilen-diamin-dihidroklorida dan 5 ml aseton, tepatkan
dengan air suling hingga batas tera.
Catatan: pembuatan larutan penyerap
ini tidak boleh terlalu lama kontak dengan udara. Masukkan larutan penyerap
tersebut ke dalam botol berwarna gelap dan simpan di lemari pendingin. Larutan
stabil dalam beberapa bulan (2 bulan).
3.
Pembuatan Larutan Penyerap (Absorber) NH3
Masukkan 3 ml H2SO4
97 % ke dalam labu ukur 1000 ml yang telah berisi air suling kurang lebih 200
ml. lalu tepatkan sampai batas tera
4.
Filter yang diperlukan disimpan di dalam
desikator selama 24 jam agar mendapatkan kondisi stabil.
5.
Filter kosong pada 1.a ditimbang sampai
diperoleh berat konstan, minimal tiga kali penimbangan sehingga diketahui berat
filter sebelum pengambilan sampel, catat berat filter blanko (B1) dan filter
sampel (W1). Masing-masing filter tersebut ditaruh dalam plastic PE setelah
diberi kode sebelum dibawa ke lapangan.
6.
Pompa penghisap udara dikalibrasi dengan
kecepatan laju aliran udara 1 L/menit dengan menggunakan flowmeter. (flowmeter
harus dikalibrasi oleh laboratorium pengkalibrasi).
7.
Masing-masing absorber ditempatkan pada botol
sample sebanyak 10 ml dan diberi kode.
b.
Pengambilan
Sampel
1.
Bawa seluruh peralatan dan bahan ke
lokasi sampling yang sudah ditentukan.
2.
Hubungkan midget impinge dan LVAS ke
pompa penghisap udara dengan menggunakan selang silicon dan Teflon. Pasang flowmeter
pada selang. Pastikan tidak ada kebocoran pada setiap sambungan selang baik
yang berhubungan dengan LVAS dan midget impinge maupun ke pompa penghisap
udara.
3.
LVAS diletakkan pada titik pengukuran
dengan menggunakan tripod kira-kira setinggi zona pernafasan manusia.
4.
Bila tabung midget impinge dengan
aquades lalu masukkan larutan absorber (SO2, NO2, NH3)
masing-masing 10 ml ke tabung midget impinge sesuai dengan gas yang akan diuji.
5.
Filter sampel dimasukkan ke dalam LVAS
holder dengan menggunakan pinset dan tutup bagian atas holder.
6.
Pompa penghisap udara dihidupkan (power
On) dan lakukan pengambilan sampel dengan kecepatan laju aliran udara (flow
rate 1 L/menit)
7.
Atur time selama 1 jam. Lama pengambilan
sampel dapat dilakukan selama beberapa menit hingga satu jam (tergantung pada
kebutuhan, tujuan, dan kondisi di lokasi pengukuran).
8.
Lakukan pembacaan temperature (t awal)
dan tekanan udara (p awal), catat pada worksheet (form 1).
9.
Perhatikan dan catat kondisi sekitar
lokasi sampling (kondisi cuaca, sumber-sumber, emisi,dll). Apabila lokasi
sampling di pinggir jalan, hitung jumlah kendaraan bermotor yang lewat selama
sampling dengan bantuan hand tally counter. Catat data tersebut di worksheet
(form 2).
III. 2 Penentuan
Partikulat dan NO2 Udara Ambient dengan Metode Griess Saltzman
A.
Lokasi
dan Waktu Percobaan
Lokasi :
Depan Halte UIN Syarif Hidaytllah Jakarta dan
Depan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Tanggal :
Kamis, 23 November 2011
Waktu :
13.30 WIB dan 14.30 WIB
B.
Alat
Dan Bahan
Alat
1.
Timbangan Analitik
2.Pinset
3.Desikator
4.Spektrofotometri
UV-Vis dan Kuvet
5.Pipet
6.Labu
ukur 100mL
Bahan
1.
Larutan Induk Nitrit (NO2-)
Dilarutkan 2,460 gram NaNO2
dengan air suling dalam labu ukur 1000 mL dan tepatkan sampai batas tera.
Simpan dalam lemari pendingin dan botol gelap. Larutan ini stabil selama 1
tahun.
2.
Larutan Standar Nitrit
10 mL dipipet dari larutan induk nitrit
ke dalam labu ukur 100 mL tambahkan air suling sampai batas tera. Larutan ini
digunakan dalam keadaan fresh.
C.
Prosedur
Kerja
1.
Penentuan Partikulat
a. Ditimbang
filter sampel dan filter blanko sebagai pembanding menggunakan timbangan
analitik yang sama sehingga diperoleh
berat filter blanko (B2) dan filter sampel (W2). Catat hasil penimbangan
tersebut.
b. Dihitung
volume sampel uji udara yang diambil (V).
Sampel uji udara yang diambil dikoreksi
pada kondisi normal (250C, 760mmHg) dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
V =
adalah volume udara yang dihisap (L)
F =
adalah laju alir awal (L/menit)
F2 =
adalah laju alir akhir (L/menit)
t =
adalah durasi pengambilan sampel uji (menit)
Pa =
adalah tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel (mmHg)
Ta =
adalah temperature rata-rata selama pengambilan sampel uji (K)
298 =
adalah temperatur pada kondisi normal 250C (K)
760 =
adalah tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
c. Dihitung
kadar debu total di udara dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
C (mg/L) =
Atau
C (mg/m3) = x 103
Keterangan:
C =
kadar debu total
B1 =
berat filter blanko sebelum pengambilan sampel
B2 =
berat filter blanko setelah pengambilan sampel
W1 =
berat filter sampel uji sebelum pengambilan sampel
W2 =
berat filter sampel uji setelah pengambilan sampel
V =
volume udara pada waktu pengambilan sampel (L)
2. Penentuan NO2
Udara Ambient
a.
Pembuatan kurva kalibrasi
·
Dibuat deret standar dengan memipet
(misalkan 0; 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 dan 1 mL) dari larutan standar nitrit ke
dalam labu ukur 25mL, diencerkan dengan larutan penyerap sampai batas tera.
·
Dikocok dan didiamkan selama 15 menit
sampai proses pembentukan warna sempurna.
·
Diukur pada panjang gelombang 550nm.
·
Dibuat kurva kalibrasi dari hasil
absorban yang terukur.
b.
Pengukuran sampel
·
Setiap pengambilan sampel terbentuk
warna merah violet.
·
Dimasukkan larutan sampel ke dalam kuvet
tertutup, diukur serapan pada panjang gelombang 550nm.
·
Setiap pengukuran harus dikoreksi
terhadap blanko.
·
Pada pembacaan kuantitatif untuk warna
terlalu pekat, maka dapat dilakukan pengenceran dengan menggunakan larutan
penyerap. Serapan yang diukur dikalikan dengan faktor pengenceran.
c.
Perhitungan
·
Perhitungan konsentrasi larutan standar
nitrit:
NaNO2 (mg/mL)
Keterangan :
a = berat NaNO2
b = volume larutan standar nitrit yang diambil
untuk kurva kalibrasi
·
Volume sampel udara yang diambil
Volume sampel uji udara yang diambil
dikoreksi pada kondisi normal (250C, 760 mmHg) dengan menggunakan
rumus:
Keterangan:
V =
adalah volume udara yang dihisap (L)
F1 =
adalah laju alir awal (L/menit)
F2 =
adalah laju alir akhir (L/menit)
t =
adalah durasi pengambilan sampel uji (menit)
Pa =
adalah tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel uji (mmHg)
Ta =
adalah temperature rata-rata selama pengambilan sampel uji (K)
29 =
adalah temperatur pada kondisi normal 250C (K)
760 =
adalah tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
·
Konsentasi NO2 di udara
ambient
Konsentrasi NO2 dalam sampel
uji untuk pengambilan sampel uji selama 1 jam dapat dihitung dengan rumus:
C =
Keterangan:
C =
adalah konsentrasi NO2 di udara (mg/Nm3)
a =
adalah jumlah NO2 dari sampel uji dengan melihat kurva
kalibrasi (mg)
V =
adalah volume udara pada kondisi normal (L)
1000 =
adalah konversi liter (L) ke m3
III.3 Penetapan SO2
dalam Udara Dengan Metode Pararosanilin
A.
Lokasi
dan Waktu Percobaan
Lokasi :
Depan Halte UIN Syarif Hidaytllah Jakarta dan
Depan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Tanggal :
Kamis, 23 November 2011
Waktu :
14.30 WIB
B.
Alat
Dan Bahan
Alat
1.
UV-VIS Spektrofotometer dan kuvet silica
2.
Labu Erlenmeyer 100 dan 250 ml
3.
Labu ukur 50 ml
4.
Pipet mikro 1000 µL
Bahan
1.
Larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O3)
Larutkan 0,03 gram Na2S2O3dengan
air suling dalam labu ukur 50 ml sampai batas tera,homogenkan. Air suling yang
digunakan sudah didihkan .
Catatan : 0,03 gram Na2S2O3
dapat diganti dengan 0,04 gram Na2SO3
2.
Larutan standar natrium metabisulfit
Masukkan 2 ml larutan induk sulfit ke
dalam labu ukur 100 ml, encerkan sampai batas tera dengan larutan penyerap lalu
homogenkan. Larutan ini stabil selama 1 bulan jika disimpan dalam suhu kamar.
3.
Larutan Pararosanilin hidroklorida ( C19H17N3.HCl)
0,2%
Sebanyak 0,2 gram Pararosanilin dalam 6
ml HCl pekat dan ditepatkan 100 ml dengan air suling. Simpan dan diamkan selama
1-2 hari kemudian disaring. Sebanyak 4 ml filtrate ditambahkan 6 ml HCl pekat
dan tepatkan hingga 100 ml dengan air suling.
Catatan : simpan dalam botol gelap dan
stabil selama 9 bulan.
4.
Larutan indicator kanji
0,4 gr kanji dan 0,002g HgI2
dilarutkan dengan air mendidih sampai volume 250 ml lalu didinginkan dan
dipindahkan ke dalam botol pereaksi.
5.
Larutan Formaldehide
Sebanyak 0,135 ml formaldehid 37%
diencerkan menjadi 25ml dengan air suling.
Catatan : Larutan ini disiapkan pada
saat akan digunakan
6.
Larutan asam sulfanilic 0,6%
Sebanyak 0,6 gram dalam 100 ml air
suling.
III.3
Prosedur Kerja
1. Standarisasi
Larutan Stok MBS
·
Pipet 10 ml larutan stok MBS ke dalam
Erlenmeyer 100
·
Tambahkan 10 ml air suling dan 1 ml
indicator kanji
·
Titrasi dengan larutan standar iodine
0,025N hingga timbul warna biru.
·
Hitung nilai N larutan stok MBS
·
Konsentrasi larutan stok MBS setara
dengan (32 x N MBS x1000) µ SO2/ml
2. Pembuatan
Kurva Kalibrasi
·
Alat spektrofotometer dioptimalkan
sesuai petunjuk penggunaan alat
·
Maukkan larutan standar Na2S2O3 pada langkah 3 masing-masing 0,0 ; 1,0;
2,0; 3,0; dan 4,0 ml ke dalam labu ukur 25 ml dengan pipet volum atau biuret
mikro.
·
Tambahkan larutan penyerap 10 ml
·
Kemudian ditambahkan 1ml larutan asam
sulfanilic 0,6% tunggu samapai 10 menit.
·
Setelah itu tambahkan 2 ml larutan
formaldehida 0,2% dan larutan pararosanilin sebanyak 2 ml.
·
Tepatkan dengan air suling sampai 25 ml,
lalu homogenkan dan tunggu sampai 30-60 menit.
·
Untuk blanko, 20 ml larutan TCM dalam
labu ukur 25 ml ditambahkan dengan 1 ml larutan asam sulfanilic 0,6% tunggu
sampai 10 menit. Setelah itu tambahkan 2 ml larutan formaldehida 0,2% dan
laruutan pararosanilin sebanyak 2 ml.
·
Ukur serapan masing-masing larutan
standar dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
·
Buat kurva kalibrasi antara serapan
dengan jumlah SO2 (µg)
3. Pengukuran
sampel
·
Pindahkan sampel ke dalam labu ukur 25
ml
·
Tambahkan masing-masing 1 ml larutan
asam sulfanilic 0,6%, tunggu sampai 10 menit.
·
Tambahkan 2 ml larutan formaldehida
0,2% dan larutan pararosanilin sebanyak
2 ml, lalu tepatkan hingga batas tera dengan larutan TCM.
·
Sampel diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 550 nm.
4. Perhitungan
·
Volume sampel udara yang diambil
Volume sampel uji udara yang diambil di
koreksi pada kondisi normal ( 250C, 760 mmHg) dengan menggunakan
rumus :
X t X
Keterangan
:
V =
adalah volum udara yang dihisap (L)
F1
=
adalah laju alir awal (L/menit)
F2
=
adalah laju alir akhir (L/menit)
t = adalah durasi pengambilan sampel uji ( menit
)
Pa
=
adalah tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel uji (mmHg)
Ta
=
adalah temperature rata-rata selama pengambilan sampel uji (K)
298
=
adalah temperature pada kondisi normal 250C (K)
760
=
adalah tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
·
Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2)
di udara ambient
Konsentrasi SO2 dalam sampel
uji untuk pengambilan sampel uji selama 1 jam dapat dihitung dengan rumus :
C
=
Keterangan :
C =
adalah konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3)
A =
adalah jumlah SO2 dari sampel uji dengan melihat kurva kalibrasi
(µg)
V =
adalah volume udara pada kondisi normal (L)
= adalah factor pengenceran
= adalah konversi liter (L) ke m3
III.4 Penetapan Kadar
NH3 dalam Udara dengan Metode Indofenol
A.
Lokasi
dan Waktu Percobaan
Lokasi : Pusat
Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tanggal :
Kamis, 23 November 2011
Waktu : 14.30 WIB
B.
Alat dan Bahan :
ALat
1.
UV-Vis Spektrofotometer dan kuvet silica
2.
Labu Erlenmeyer 100 dan 250 ml
3.
Labu ukur 50 ml
4.
Pipet mikro 1000 µL
Bahan :
1.
Larutan stok amoniak 1000 µg
Larutan 3,18 gram NH4Cl
( yang telah dikeringkan pada suhu 105 0C selama 1 jam) dengan air
suling ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian diencerkan sampai batas tera, lalu
homogenkan.
2.
Pereaksi A
Timbang 1 gram phenol
dan 0,005 gram natrium nitroprusid NaFe(CN)5NO.2H2O, lalu
larutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 ml sampai batas tera.
3.
Pereaksi B
Timbang 1,5 NaOH dan
pipet 2 ml NaOCl, lalu larutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 ml sampai
batas tera.
C.
Prosedur
Kerja:
1.
Pembuatan kurva kalibrasi
1) Buat
deret standar dengan konsentrasi 0, 2, 4, 8, 10 µg/ml dalam labu ukur 25 ml.
2) Pipet
sebanyak 4 ml dari setiap deret standar dalam test tube. Simpan dalam water
bath selama 1 jam dengan suhu 30 0C.
3) Tambahkan
masing-masing 2 ml pereaksi A dan 2 ml pereaksi B.
4) Homogenkan
sampai terbentuk warna biru dan ukur pada panjang gelombang 640 nm.
5) Buat
kurva kalibrasi dari hasil absorban yang terukur.
2.
Pengukuran sampel
1) Pipet
4 ml sampel ke dalam test tube. Simpan dalam water bath selama 1 jam dengan
suhu 30 0C.
2) Tambahkan
masing-masing 2 ml pereaksi A dan 2 ml pereaksi B
3) Homogenkan
sampai terbentuk warna biru dan ukur pada panjang gelombang 640 nm.
3.
Perhitungan
·
Volume sampel udara yang diambil
dikoreksi pada kondisi normal (25 0C, 760 mmHg) dengan menggunakan rumus :
Keterangan
:
V = Volume udara yang dihisap (L)
F1 = laju alir awal (L/menit)
F2 = laju alir akhir (L/menit)
t = durasi pengambilan sampel uji (menit)
Pa = tekanan barometer rata-rata selama
pengambilan sampel uji (mmHg)
Ta = temperature rata-rata selama pengambilan
sampel uji (K)
298 = temperature pada kondisi normal 25 0C
(K)
760 = tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
·
Konsentrasi amoniak (NH3) di
udara ambient
Konsentrasi amoniak (NH3)
dalam sampel uji untuk pengambilan sampel uji selama 1 jam dapat di hitung
dengan rumus :
Keterangan:
C = konsentrasi NH3 di udara
(µg/Nm3)
a = jumlah NH3 dari sampel uji
dengan melihat kurva kalibrasi (µg)
V =
volume udara pada kondisi normal (L)
1000 = konversi
liter (L) ke m3.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
HASIL
NO.
|
Parameter yang
diuji
|
Konsentrasi yang
terkandung
|
|
|
|
PLT UIN
|
Halte UIN
|
1
|
Partikulat Debu
|
< 15 mg/m3
|
< 15 mg/m3
|
2
|
NO2
|
< 25 µg/Nm3
|
< 25 µg/Nm3
|
3
|
SO2
|
< 25 µg/Nm3
|
< 25 µg/Nm3
|
4
|
NH3
|
< 20 µg/Nm3
|
< 20 µg/Nm3
|
IV.2 PEMBAHASAN
Percobaan
kali ini yaitu menentukan partikulat debu, NO2, SO2, dan
NH3 pada udara ambient. Sampling udara ini dilakukan di dua tempat
yaitu didepan halte UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan didepan PLT UIN Syarif
HIdayatullah Jakarta masing-masing selama 1 jam. Untuk menentukan konsentrasi parameter
tersebut digunakan beberapa metode dalam pengukuran konsentrasi dari parameter
yang akan di uji tersebut. Dan untuk mengetahui konsentrasi dari parameter
tersebut dibutuhkan data-data penunjang seperti volume absorber, laju alir
udara, temperatur pada saat awal dan akhir pengambilan sampel udara, tekanan
udata pada saat awal dan akhir pengambilan sampel udara, waktu sampling. Data
penunjang tersebut digunakan untuk menentukan volume udara yang diserap selama
sampling dan digunakan untuk menghitung konsentrasi dari masing-masing
parameter yang akan diuji.
Data
pendukung sampling seperti suhu yang didapatkan dalam percobaan ini pada
sampel udara ambient di depan halte UIN Jakarta sebesar 29oC pada
keadaan awal dan menjadi 28oC pada keadaan akhirnya. Suhu yang
diambil selama pengambilan sampel didepan PLT UIN Jakarta pada keadaan awal dan
akhir yakni sama sebesar 28oC. Tekanan Udara pada keadaan sampling
di depan Halte sebesar 737 mmHg pada keadaan awal dan keadaan akhir sampel,
sedangkan pada sampling yang dilakukan didepan PLT sebesar 737 mmHg pada
keadaan awal dan menjadi 738 mmHg pada akhirnya. Dan nilai kelembaban udara
pada keadaan sampling didepan Halte UIN adalah sebesar 52 kg/m3 pada
keadaan awal dan menjadi 53 kg/m3 pada keadaan akhirnya, dan
kelembaban udara pada keadaan sampling di depan PLT UIN Jakarta pada keadaan
awal dan akhir yaitu 56 kg/m3.
Selain itu dibutuhkan data pendukung lain seperti
data kebisingan dan kecepatan angina. Nilai kecepatan angin yang didapatkan
pada sampling di depan halte UIN Jakarta yakni sebesar 0.435 m/s dan kecepatan
angin pada sampling di depan PLT sebesar 0.133 m/s. dan nilai kebisingan yang
diambil dari 120 data sampling di depan halte UIN Jakarta memiliki rata-rata
sebesar 88.519 dB dan di depan PLT UIN Jakarta memiliki rata-rata sebesar
75.310 dB.
Dalam
penentuan kadar partikulat debu digunakan metode gravimetri, dalam percobaan
ini ditentukan kadar debu total udara, sebelum ditentukan kadar debu total
ditentukan terlebih dahulu volume udara yang diserap dari sampling udara
tersebut menurut hasil perhitungan (perhitungan terlampir) dari data yang
diperoleh dari pengambilan sampling udara di dua tempat yang berbeda didapati volume
udara yang diserap di depan halte UIN Jakarta yaitu 862,6316 L dan volume udara
yang diserap di depan PLT UIN Jakarta yaitu 864,6507 L, data volume udara ini
juga digunakan untuk penentuan kadar NO2, SO2, dan NH.
Untuk konsentrasi kadar debu total
udara di depan halte UIN Jakarta yaitu sebesar 5,80 x 10-3 mg/m3
dan kadar debu total uadara di depan PLT UIN Jakarta yaitu sebesar 2,31 x 10-3
mg/m3. Hasil analisa tersebut jika dibandingkan dengan nilai ambang
batas partikulat debu diudara masih dibawah nilai ambang batas. Nilai ambang
batas yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 15 mg/m3.
Secara alamiah
partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin
atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak
sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau
bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang
tidak terpelihara dengan baik.
Partikulat
debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak
sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar.
Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada
umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat
menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu.
Demikian
juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM
yang cukup penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan,
dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh
emisi kendaraan bermotor.
Pengaruh
partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung
kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada
diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang
membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10
mikron. Selain itu partikulat debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan
menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata
(Visibility) Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu
di udara merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan.
Dalam penentuan
NO2 udara ambient digunakan metode Griess Saltzman, dalam percobaan
ini ditentukan konsentrasi NO2 diudara. Dari data yang diperoleh
praktikan dan setelah dilakukan perhitungan (data dan perhitungan terlampir)
diperoleh konsentrasi NO2 di depan halte UIN Jakarta yaitu 0,03
µg/Nm3, dan konsentrasi NO2 di depan PLT UIN Jakarta
yaitu -1,39 x 10-3 µg/Nm3. Hasil analisa tersebut jika
dibandingkan dengan nilai ambang batas yang ditetapkan pemerintah masih jauh
dari nilai ambang batas. Nilai ambang batas untuk NO2 yaitu 25 µg/Nm3.
Ini bearti udara disekitar wilayah UIN Jakarta sedikit mengandung NO2.
NO2
dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NO2 yang
diproduksi manusia adalah dari pembakaran dan kebanyakan pembakaran disebabkan
oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar
emisi NO2 buatan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas,
dan bensin.
NO2
bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm
dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian
tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru ( edema pulmonari ). Kadar
NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang
yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm
selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas.
Selanjutnya,
dalam penentuan kadar SO2 digunakan metode pararosanilin, dalam
percobaan ini ditentukan konsentrasi SO2 udara ambient. Untuk
penentuan konsentrasi SO2 dilakukan factor pengnceran Dari data yang
diperoleh praktikan dan setelah dilakukan perhitungan (data dan perhitungan
terlampir) diperoleh konsentrasi SO2 di depan Halte UIN Jakarta
yaitu 1,05 µg/Nm3 dan konsentrasi SO2 di depan PLT UIN
Jakarta yaitu 0,85 µg/Nm3. Hasil analisa tersebut jika dibandingkan
dengan nilai ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah lebih kecil
dibandingkan dengan nilai ambang batas. Hal ini bearti bahwa kadar SO2 diudara
ambient sekitar kampus UIN Jakarta sedikt sekali. Nilai ambang batas yang ditetapkan pemerintah yaitu 25 µg/Nm3.
Sepertiga
dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan manusia
dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan
kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber
alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang
ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah ditimbulkan
oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah dalam hal distribusinya
yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sedangkan
pencemaran yang berasal dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Tetapi
pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber pencemaran SO2, misalnya
pembakaran arang, minyak bakar gas, kayu dan sebagainya Sumber SO2 yang kedua
adalah dari proses-proses industri seperti pemurnian petroleum, industri asam
sulfat, industri peleburan baja dan sebagainya.
Pencemaran
SO2 menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan pada tanaman
terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan Sox terhadap manusia
adalah iritasi sistim pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi
tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada
beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO2
dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan
penderita yang mengalami penyakit khronis pada sistem pernafasan kadiovaskular.
Dan
terakhir yaitu penentuan NH3 digunakan metode Indofenol, dalam
percobaan ini ditentukan konsentrasi NH3 udara ambient. Dari data
yang diperoleh praktikan dan setelah dilakukan perhitungan (data dan
perhitungan terlampir) diperoleh konsentrasi NH3 di depan Halte UIN
Jakarta yaitu 0,23 µg/Nm3 dan konsentrasi NH3 di depan
PLT UIN Jakarta yaitu 7,40 x 10-3 µg/Nm3. Hasil analisa
tersebut jika dibandingkan dengan nilai ambang batas yang ditetapkan oleh
pemerintah lebih kecil dibandingkan dengan nilai ambang batas. Hal ini bearti
bahwa kadar NH3 diudara ambient sekitar kampus UIN Jakarta sedikt
sekali. Nilai ambang batas yang
ditetapkan pemerintah yaitu 20 µg/Nm3.
Amoniak
terdapat dalam atmosfer bahkan dalam kondisi tidak tercemar. Berbagai sumber,
antara lain : mikroorganisme, perombakkan limbah binatang, pengolahan limbah,
industry amoniak, dan dari system pendingin dengan bahan amoniak. Konsentrasi
yang tinggi dari amoniak dalam atmosfer secara umum menunjukkan adanya
pelepasan secara eksidental dari gas tersebut.
Sifat-sifat
bahaya dari amoniak bagi kesehatan dalam efek jangka pendek (akut) adalah
iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan dan mata terjadi pada
400-700 ppm. Sedang pada 5000 ppm menimbulkan kematian. Kontak dengan mata dapat
menimbulkan iritasi hingga kebutaan total. Kontak dengan kulit dapat
menyebabkan luka bakar (frostbite).
Sedangkan
dalam efek jangka panjang (kronis) adalah menghirup uap asam pada jangka
panjang mengakibatkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan paru-paru. Amoniak
termasuk bahan teratogenik. Reaktivitas amoniak stabil pada suhu kamar, tetapi
dapat meledak oleh panas akibat kebakaran. Larut dalam air membentuk ammonium
hidroksida.
Dari hasil analisa yang
diperoleh dari percobaan tersebut, nilai konsentrasi yang didapatkan dari
masing –masing parameter terdapat perbedaan diantara dua tempat tersebut. Nilai
konsentrasi dari masing-masing parameter dari sampling udara didepan halte UIN
Jakarta lebih besar dibanding konsentrasi masing-masing parameter dari sampling
udara didepan PLT UIN Jakarta. Ini disebabkan karena didepan halte factor
penyebab pencemaran udaranya lebih banyak seperti banyaknya berbagai jenis
kendraan yang berlalu-lalang yang mengeluarkan gas berbahaya dari hasil sisa
bahan bakar kendaraan tersebut. Jumlah kendaraan yang melintas di antara kedua lokasi juga berbeda,
jumlah kendaraan ini dicantumkan pada lampiran.
V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1
KESIMPULAN
·
Kadar konsentrasi masing-masing
parameter sampel udara yang diuji semuanya dibawah nilai ambang batas
·
Volume sampling udara didepan halte UIN
Jakarta yaitu 862,6516 L dan volume sampling udara didepan PLT UIN Jakarta
yaitu 864, 6507 L.
·
Pencemaran udara diakibatkan oleh hasil
pembakaran industry dan kendaraan bermotor
V.2
SARAN
Dalam penentuan kualitas udara
ambient seharusnya dilakukan saat cuaca benar-benar cerah. Dan untuk mengatasi
masalah kebersihan udara diharuskan melakukan penanaman pohon agar udara yang
ada disekitar kita benar-benar bersih dan tidak ada cemaran udara yang berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Achmad,
Rukaesih, 2004, “Kimia Lingkungan”, Yogyakarta : Penerbit Andi.
·
Ir. Yunita, etyn M. Si.2011.Penuntun
Praktikum Kimia Lingkungan. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.
·
KEPMEN/KLH no 02/MENKLH/1988
·
http ://Archieve.USU.ac.id/Sampling_udara (diakses
pada tanggal 5 Desember 2011 pukul 20.00)
·
www.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF
(diakses pada tanggal 5 Desember 2011 pukul 20.00)
·
http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/13/partikulat-pm/
(diakses pada tanggal 5 Desember 2011 pukul
20.00)
·
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17455/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada tanggal 3 Desember 2011 pukul 15.00)
·
http://siklus.lmb.its.ac.id/?p=519
(diakses pada tanggal 3 Desember 2011 pukul 15.00)
·
http://xa.yimg.com/kq/groups/1051902/867603111/name/PP+41+thn+1999+pencemaran+udara.pdf
(diakses pada tanggal 5 Desember 2011 pukul 20.00)
1 comment:
ka di uin syatief hidayatullah lab nya punya bahan n-(1-naftil)etilendiamin?? mohom info nya ka utk penelitian saya
Post a Comment